DPRD Maluku Murka! Klaim 62% Naker Lokal PT BTR Disebut Bohong, Laipeny: Saya Kejar Sampai Merdeka Copper Gold

Ambon, SentralNusantara.com –Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPRD Maluku dengan PT Batutua Tembaga Raya (BTR) meledak dalam ketegangan di Ambon pada Selasa (21/10).

RDP tersebut dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, termasuk Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) MaMaluku, Abdul Haris, dan Koordinator Inspektur Tambang Wilayah Maluku, Helen Heumase. 

​Amarah wakil rakyat tersulut setelah perusahaan tambang yang beroperasi di Pulau Wetar, Maluku Barat Daya (MBD), ini mengklaim bahwa 62 persen tenaga kerjanya merupakan pekerja lokal.

​Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Suanthie John Laipeny, dengan nada keras menuding klaim angka tersebut sebagai pembohongan publik.

Menurutnya, data persentase tenaga kerja lokal yang benar-benar berasal dari MBD, atau spesifiknya masyarakat Wetar, jauh dari angka yang disampaikan manajemen PT BTR.

​”Tenaga kerja lokal yang benar-benar orang MBD atau orang Wetar itu hanya sekitar 200 sampai 300 orang. Sisanya kebanyakan orang NTT. Ini jelas merugikan masyarakat kami,” tegas Laipeny, menantang akurasi data perusahaan.

​Tantang Data dan Ancam Merdeka Corp

​Klaim 62 persen itu sebelumnya disampaikan oleh General Manager (GM) PT BTR, Jimmy Suroto, dalam RDP.

​Merespons paparan GM PT BTR, Laipeny langsung memotong dan membantah keras. Ia meminta PT BTR segera menyerahkan data resmi dan valid ke Komisi II. Ancaman pun dilontarkan kepada induk perusahaan PT BTR, yaitu Merdeka Corporation atau PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).

​”Anda yakin 62 persen itu tenaga kerja lokal? Data kami menunjukkan hanya 200–300 orang dari MBD, selebihnya dari luar. Kami minta data itu diserahkan besok juga! Kalau tidak, saya akan kejar sampai ke Merdeka Corp,” seru Laipeny dengan nada tinggi, memastikan perusahaan induk turut bertanggung jawab atas permasalahan di daerah.

​Isu Intimidasi dan Laut Menguning

​Tak berhenti pada isu tenaga kerja, Laipeny juga menyoroti dugaan intimidasi perusahaan dan isu lingkungan serius. Ia mengungkap adanya laporan warga terkait larangan mendekat ke lokasi tambang pasca-insiden patahnya tongkang milik BTR.

​Ia bahkan mengungkapkan adanya surat ancaman dari perusahaan terhadap para pekerja agar tidak menyebarkan informasi insiden tersebut keluar.

​”Kenapa warga dilarang mendekat setelah tongkang patah? Kenapa pekerja diancam tidak boleh berbicara? Siapa yang keluarkan surat ini? Ini sangat tidak manusiawi!” ujar Laipeny sambil memukul meja dengan keras, menuntut jawaban transparan dari PT BTR dan pengawasan dari dinas terkait.

​Laipeny menegaskan, Komisi II akan menelusuri insiden patahnya tongkang secara tuntas karena potensi dampak lingkungannya sangat serius. Ia merujuk pada hasil riset ahli lokal yang mengindikasikan adanya perubahan warna laut.

​”Laut yang dulu jernih kini mulai menguning, dan jika terus berubah warna, itu tanda kerusakan lingkungan yang nyata. Jangan main-main dengan penderitaan masyarakat kami. PT BTR harus bertanggung jawab!” tandasnya penuh amarah.

​Tindak Lanjut: Berkas Janji Diserahkan Kamis Depan

​Rapat dengar pendapat yang sempat memanas tersebut diketahui telah mengalami dua kali skorsing. Setelah desakan keras dari Komisi II, pihak PT BTR akhirnya menyatakan kesediaan untuk memenuhi permintaan dewan.

​Perwakilan PT BTR dilaporkan berjanji akan menyerahkan seluruh berkas dan data yang diminta oleh Komisi II, termasuk data rinci tenaga kerja lokal dan laporan insiden lingkungan, pada Kamis mendatang (23 Oktober). Penyerahan berkas ini akan menjadi dasar bagi Komisi II untuk melanjutkan investigasi mereka.

Pos terkait