Dewan Dorong Wali Kota Ambon Keluarkan Diskresi Soal Tambang Batuan

AMBON, SentralNusantara.com – Komisi III DPRD Kota Ambon meminta Wali Kota Ambon mengeluarkan kebijakan diskresi untuk memberikan kepastian terhadap nasib sejumlah perusahaan tambang batuan yang hingga kini belum mengantongi izin produksi.

Permintaan tersebut disampaikan menyusul hasil pertemuan Komisi III bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kota Ambon yang belum membuahkan hasil konkret. Pertemuan itu membahas persoalan izin pengelolaan tambang batuan yang hingga kini masih menemui jalan buntu karena terkendala kewenangan.

Ketua Komisi III DPRD Kota Ambon, Hary Far-Far, menjelaskan bahwa kewenangan penerbitan izin pertambangan berada di tingkat pemerintah provinsi, sementara Pemprov sendiri masih harus menunggu konfirmasi dari Kementerian terkait.

“Masalahnya karena kewenangan tidak ada di Pemkot maupun Pemprov. Pengusaha harus mengajukan izin ke provinsi, sedangkan Pemprov juga menunggu persetujuan dari kementerian. Proses ini panjang dan ada sekitar 26 syarat yang tidak mudah dipenuhi,” jelas Far-Far kepada wartawan di ruang Komisi III, Senin (6/10/2025).

Menurutnya, secara administrasi belum ada satu pun perusahaan tambang batuan di Kota Ambon yang memiliki Izin Usaha Produksi (IUP Produksi). Sebagian perusahaan baru memiliki IUP Eksplorasi yang membutuhkan waktu tiga tahun sebelum dapat ditingkatkan menjadi IUP Produksi, sementara lainnya masih berproses untuk izin eksplorasi.

“Pertemuan kita dengan Dinas ESDM Provinsi Maluku beberapa waktu lalu menegaskan bahwa proses perizinan masih mentok karena terbentur Peraturan Menteri tentang wilayah pertambangan. Dari delapan perusahaan yang beroperasi di Ambon, baru dua yang mengantongi IUP Eksplorasi,” ungkapnya.

Far-Far mengatakan, mengingat sektor tambang batuan merupakan salah satu investasi penting di Kota Ambon yang menyerap banyak tenaga kerja, maka kebijakan diskresi perlu ditempuh agar aktivitas ekonomi tidak terhenti.

“Kita dorong Pemkot Ambon untuk mengambil langkah diskresi. Jika aturan diterapkan secara kaku, maka semua tambang harus ditutup. Padahal, sektor ini memberi dampak besar bagi tenaga kerja dan perkembangan ekonomi kota,” tegas politisi Partai Perindo tersebut.

Ia menambahkan, kebijakan diskresi yang dimaksud bukan berarti pembiaran, tetapi pengawasan tetap harus dilakukan secara ketat agar perusahaan menyelesaikan proses izin sesuai ketentuan.

“Kita biarkan beroperasi sementara, namun bukan tanpa garansi. Harus ada pengawasan dan komitmen bahwa izin sedang diurus. Hanya perusahaan yang memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang boleh beroperasi,” tandasnya.

Far-Far berharap, melalui koordinasi antara Pemerintah Kota Ambon, Pemerintah Provinsi Maluku, dan Kementerian ESDM, akan ada revisi terhadap Peraturan Menteri terkait wilayah pertambangan agar proses perizinan ke depan lebih sederhana dan cepat.

Pos terkait