Ambon, SentralNusantara.com – Ketua DPRD Kota Ambon, Mourits Tamaela, membantah dugaan penganiayaan terhadap seorang staff DPRD, Febry Pattipeilohy alias Jimron, yang disebut-sebut terjadi di rumah dinasnya di kawasan Karang Panjang, Sabtu 26 Juli 2025.
Kepada wartawan, Senin (4/8), Tamaela menyatakan bahwa peristiwa yang menimpa Jimron tidak terjadi di rumah dinas miliknya dan tidak melibatkan dirinya maupun keluarganya.
“Atas nama pribadi dan keluarga, saya menyampaikan permohonan maaf karena isu ini telah membuat gaduh. Namun saya tegaskan, kejadian itu tidak terjadi di rumah dinas saya dan tidak ada sangkut pautnya dengan saya secara pribadi maupun keluarga,” ujar Tamaela saat memberikan klarifikasi di kantor DPRD Kota Ambon.
Ia menjelaskan, pada hari kejadian, rumah dinasnya sedang dalam pengerjaan sarana dan prasarana oleh pihak ketiga. Saat itu, dirinya berencana melakukan perjalanan dinas ke luar daerah, namun tertunda karena tidak mendapatkan tiket penerbangan. Sebelum berangkat, Tamaela meminta Jimron membeli dua botol minuman keras jenis sopi sebagai oleh-oleh untuk kerabat di daerah tujuan.
Namun, karena keberangkatan ditunda, minuman tersebut diberikan kepada para pekerja di rumah dinas.
“Sopi itu saya pesan untuk dibawa keluar daerah, tapi karena tiket habis, saya kasih saja ke tukang-tukang yang kerja di rumah dinas, sebagai bentuk penghargaan. Setelah itu saya tanya ke Satpol PP, katanya Bung Jimron pulang dalam keadaan baik-baik saja,” katanya.
Tamaela mengaku baru mengetahui kejadian penganiayaan dari istri Jimron pada malam hari, yang mengabarkan bahwa korban sedang dirawat di rumah sakit. Keesokan harinya, ia berhasil menghubungi Jimron, namun korban mengaku tidak mengingat peristiwa yang dialaminya.
“Saya sempat tanya siapa pelakunya dan di mana kejadiannya, tapi dia bilang tidak ingat. Karena saya punya tanggung jawab sebagai pimpinan lembaga, saya bantu biaya pengobatannya,” ujar politisi Partai NasDem itu.
Tamaela juga menegaskan bahwa dirinya bukan atasan langsung dari Jimron dan tidak memiliki kewenangan untuk menghalangi proses hukum jika korban mengetahui pelaku sebenarnya.
“Atasan langsungnya itu Sekwan, bukan saya. Jadi dia bebas menempuh jalur hukum jika memang tahu siapa pelakunya. Saya tidak punya kuasa untuk membungkam, dan faktanya dia sendiri tidak tahu,” tandasnya.
Senada dengan Tamaela, Jimron juga menyatakan bahwa dirinya tidak mengingat kejadian secara detail.
“Saya tidak tahu kejadiannya di mana dan siapa pelakunya. Yang saya tahu, saya sudah berada di rumah dalam kondisi babak belur sebelum dibawa ke rumah sakit. Saya dan keluarga sudah menyerahkan semuanya kepada Tuhan,” ujar Jimron.