JAKARTA, SENTRALNUSANTARA.COM– Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung melantik 59 pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu, 7 Mei 2025, di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta. Pelantikan ini berdasarkan sejumlah surat resmi, antara lain Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 6419/B-BM.02.01/SD/K/2025 tanggal 27 April 2025, Nomor 6680/B-BM.02.01/SD/K/2025 tanggal 2 Mei 2025, dan Nomor 04092/R-AK.02.03/SD/K/2025 terkait rekomendasi pengisian dan mutasi jabatan pimpinan tinggi pratama. Selain itu, ada Surat Ketua DPRD DKI Jakarta Nomor 365/KG.04, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 800.1.3.3-2195 Tahun 2025, serta Keputusan Gubernur Nomor 385 Tahun 2025 tentang pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat pimpinan tinggi pratama PNS di Pemprov DKI.
Menurut dokumen resmi, pengisian jabatan tersebut bertujuan memperkuat pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik. Proses evaluasi dan seleksi melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Pejabat yang dilantik disebut hasil seleksi berbasis integritas, kompetensi, dan kemampuan adaptasi terhadap dinamika birokrasi dan kebutuhan masyarakat.
Namun, di balik proses tersebut, muncul dugaan kecurangan dalam seleksi. Seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kedeputian Gubernur Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi berinisial SW mengungkap kepada wartawan, Senin (11/8/2025), bahwa salah satu pimpinan DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan berinisial IM diduga berkolaborasi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta berinisial MM untuk meloloskan sekitar 20 kader PDIP menjadi pejabat eselon II.
“Ada sekitar 20 orang yang dilantik itu kader PDIP yang sekarang jadi pimpinan di DPRD DKI berinisial IM. Dia bekerja sama dengan Sekda MM agar bisa meloloskan mereka tanpa sepengetahuan Gubernur. Sayang sekali Bapak Gubernur Pramono Anung tidak menyadari hal itu karena beliau memang tidak tahu ada permainan di belakangnya,” ujar SW.
Informasi itu, lanjut SW, diperoleh dari empat anggota DPRD DKI Jakarta yang juga kader PDIP, berinisial IDM, PN, PS, dan MS. IM disebut bertindak atas arahan kekasihnya berinisial DDY, yang mengatur strategi bersama tangan kanannya, HMT, sebagai operator lapangan. IM ditugaskan DDY untuk berkolaborasi dengan Sekda MM agar dapat menempatkan orang-orangnya di jabatan strategis, sehingga memudahkan pengaturan proyek bersama HMT.
Selain itu, IM disebut kerap memanggil kepala dinas, direktur utama BUMD, dan kontraktor ke ruang kerjanya untuk mengatur proyek. Operatornya, HMT, sering didampingi staf Gubernur berinisial UDN dan WSN yang juga terlihat beberapa kali mendatangi ruangan Sekda MM. Bahkan, IM bersama DDY diduga berkolaborasi dengan pimpinan KPK periode sekarang untuk menekan Sekda MM, para kepala dinas, dan direksi BUMD agar menuruti semua permintaannya.
“IM dengan dukungan pimpinan KPK periode sekarang sering memanggil dan memaksa kepala dinas, direktur BUMD, dan kontraktor untuk mengatur proyek. Operator pacarnya, HMT, bersama UDN dan WSN juga sering terlihat di ruangan IM maupun Sekda MM untuk melakukan koordinasi,” kata SW.
SW memperingatkan Gubernur DKI agar lebih waspada menjelang pelantikan pejabat eselon III dan IV berikutnya. Ia menduga kelompok tersebut sudah menyiapkan langkah untuk kembali menempatkan orang-orangnya, khususnya di jabatan camat, lurah, dan dinas teknis.
“Mereka sudah pasang kuda-kuda untuk menaruh orang-orangnya di jajaran eselon III dan IV. Pak Gubernur harus hati-hati agar tidak kecolongan lagi,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pimpinan DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan berinisial IM maupun Sekda DKI Jakarta Marullah Matali.