Ambon, SentralNusantara.com – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas sebagai upaya peningkatan gizi anak sekolah di Kota Ambon, khususnya di Kecamatan Nusaniwe, kini menuai kritik tajam. Sejumlah orang tua mengeluhkan makanan yang disediakan dalam program tersebut basi dan tidak layak konsumsi.
Keluhan itu muncul dari makanan yang dikirim dari dapur umum di Dusun Erie. Beberapa anak bahkan dilaporkan mengalami mual dan muntah usai mengonsumsi makanan tersebut.
“Tidak bisa dikonsumsi karena basi,” ujar salah satu orang tua menirukan keluhan anaknya kepada wartawan, Selasa 20 Mei. Ia meminta namanya tidak dipublikasikan.
Selain kualitas makanan yang dipertanyakan, distribusi yang lambat juga menjadi masalah.
“Sering kali makanan baru datang saat anak-anak sudah pulang sekolah,” ungkap warga lainnya.
Hal ini memicu kekhawatiran bahwa program makan bergizi justru berbalik menjadi ancaman kesehatan.
Tak hanya soal mutu makanan, persoalan lain yang turut dikeluhkan warga adalah limbah dari dapur umum. Menurut warga sekitar, limbah dapur yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan bau tak sedap dan mencemari lingkungan.
“Apalagi dapur berada tepat di tengah pemukiman warga. Kami sangat terganggu,” ujar seorang ibu rumah tangga. Warga mendesak adanya perhatian serius dari pihak pengelola dan pemerintah untuk menata ulang sistem pengolahan limbah.
Program MBG di Kecamatan Nusaniwe dikelola oleh Yayasan Pelangi milik Rosa Pentury, dengan pendampingan teknis dari Badan Gizi Nasional (BGN) yang menempatkan tim gizi di dapur penyedia makanan. Namun, temuan dugaan makanan basi dan limbah yang mencemari lingkungan menandakan lemahnya pengawasan serta kendali mutu dan sanitasi.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, sebelumnya menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap SOP di seluruh unit penyedia makanan MBG, menyusul kasus serupa yang terjadi di daerah lain. “Evaluasi ini penting untuk memastikan standar kualitas dipatuhi,” ujarnya.
Di Ambon, Balai POM telah melakukan uji sampel di sejumlah sekolah seperti SMPN 14 dan MTS Muhajirin Ambon untuk menjamin keamanan pangan. Namun, insiden di Nusaniwe menunjukkan masih adanya celah serius yang perlu segera ditutup, terutama soal waktu produksi makanan yang diduga dilakukan sejak malam sebelumnya, sehingga rentan basi saat sampai ke tangan siswa.
Program MBG merupakan bagian dari visi nasional membangun generasi emas Indonesia 2045. Sayangnya, implementasi di lapangan seperti di Nusaniwe justru mengindikasikan potensi bahaya jika pelaksanaannya tidak diawasi ketat.
Warga meminta perhatian serius dari pemerintah daerah agar program ini tidak hanya menjadi formalitas yang menghabiskan anggaran besar tanpa manfaat nyata.
“Makanan bergizi seharusnya menyehatkan, bukan menjadi petaka,” tegas salah satu orang tua.
Pemerintah diharapkan bertindak cepat, mengevaluasi mitra penyedia, menata sistem pengelolaan limbah, dan memastikan program nasional ini benar-benar membawa manfaat bagi anak-anak bangsa tanpa mengorbankan kesehatan dan kenyamanan lingkungan.