Yogyakarta, SentralNusantara.com – Dalam sebuah acara bedah buku yang diadakan, sejumlah ahli hukum menyatakan bahwa mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming, tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan. Buku berjudul “Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Mengadili Perkara Mardani H. Maming” mengupas sejumlah kekeliruan dalam putusan pengadilan yang dijatuhkan kepada Maming di berbagai tingkatan.
Eksaminasi ini diselenggarakan oleh Centre for Leadership and Legal Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, yang melibatkan beberapa pakar terkemuka. Salah satu pembicara utama, Prof. Dr. Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, mengungkapkan bahwa kasus ini seharusnya dihentikan sejak awal karena tidak adanya bukti yang jelas dan kuat.
Romli juga menyoroti bahwa aparat penegak hukum, baik penyidik, jaksa, maupun hakim, tidak menerapkan hukum dengan benar dalam kasus ini. Ia menyatakan ada indikasi bahwa proses hukum terhadap Maming dipaksakan, termasuk penggunaan pasal yang tidak relevan dalam upaya penuntutan.
Di sisi lain, Prof. Dr. Topo Santoso dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia menegaskan pentingnya eksaminasi yang dilakukan para ahli hukum untuk mengkaji ulang putusan hakim yang mungkin mengandung kekeliruan. Menurutnya, kritik dari kalangan akademisi seperti ini sangat diperlukan agar para hakim dan penegak hukum dapat menjalankan tugas mereka dengan lebih baik dan adil.
Buku hasil eksaminasi ini mengungkap sembilan kesimpulan utama, yang intinya menegaskan bahwa Mardani H. Maming tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Para pakar hukum menyarankan agar Maming dibebaskan dari semua dakwaan karena putusan pengadilan didasarkan pada asumsi dan tidak memiliki dasar bukti yang kuat.
Sebagai informasi, Mardani H. Maming sebelumnya divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi Banjarmasin dan diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp110,6 miliar. Maming kini tengah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus yang dianggap para ahli hukum sarat dengan kekeliruan tersebut.