Ambon, SentralNusantara.com – LSM Komando Garuda Sakti Aliansi Indonesia (KGSAI) menyampaikan aspirasi di DPRD Kota Ambon, Senin (15/9/2025). Aspirasi yang dikoordinir Poyo Sohilauw ini menyoroti desakan penutupan aktivitas tambang galian C di kawasan Waiheru.
Dalam penyampaiannya, KGSAI secara tegas meminta Aparat Penegak Hukum (APH) menghentikan paksa dan memproses hukum seluruh aktivitas tambang batuan ilegal yang beroperasi di kawasan hutan lindung Waiheru serta lokasi tambang lain di wilayah Kota Ambon.
Ketua Komisi III DPRD Kota Ambon, Harry Far-Far, usai menerima aspirasi tersebut menegaskan bahwa tambang merupakan salah satu sumber penghasilan baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Terkait tambang galian C di Waiheru, ia menyebut Komisi III sementara mendorong percepatan pengurusan perizinan agar aktivitas tambang tersebut dapat difungsikan secara resmi.
“Sebenarnya proses administrasi perizinan ini domainnya di Pemprov Maluku, bukan kewenangan kita. Namun DPRD perlu terlibat aktif untuk mendorong, karena jika tidak, bisa dipastikan beberapa tahun ke depan tidak akan ada izin operasional yang keluar. Dari WIUP menuju IUP, persyaratannya cukup banyak dan panjang,” kata Far-Far, politisi Partai Perindo.
Ia menambahkan, aktivitas tambang di Waiheru bukan dikelola perusahaan, melainkan masyarakat setempat yang menggantungkan hidup dari hasil galian. “Kalau tambang ditutup, masyarakat akan kesulitan. Karena galian C di sana murni dikelola perorangan, bukan perusahaan. Maka keputusan harus mempertimbangkan rasa keadilan,” ujarnya.
Far-Far menilai, selain tambang Waiheru, dorongan percepatan perizinan juga perlu dilakukan untuk perusahaan yang beroperasi di wilayah Kota Ambon. Ia menekankan perlunya diskresi kebijakan agar aturan ditegakkan tanpa mengabaikan aspek kemanusiaan.
“Ini dibutuhkan good will dari pemerintah daerah. Selain memastikan aturan dijalankan, harus ada pertimbangan kelangsungan usaha dan nasib pekerja. Proses perizinan mesti dipermudah karena muara hasil dan keuntungan akan kembali kepada daerah dan masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, KGSAI juga menyoroti keberadaan PT Prima Jaya yang diduga mengelola tambang ilegal di sejumlah wilayah Kota Ambon, termasuk Desa Poka, Passo, Toisapu atau Batu Gong, dan Arbes. LSM ini menuding perusahaan tersebut tidak memiliki dokumen AMDAL, izin lingkungan, maupun izin galian C.
Poyo Sohilauw menegaskan bahwa perusahaan yang tidak memiliki izin galian C melanggar hukum dan dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana sesuai Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba.
“Pertambangan batuan sejatinya merupakan sektor penting bagi pembangunan infrastruktur dan perekonomian daerah. Namun ketika dilakukan tanpa izin resmi, justru menimbulkan persoalan serius dan merugikan banyak pihak,” tegasnya.