Kasus Dugaan Penyelewengan DD dan ADD Negeri Wahai Naik Tahap Penyidikan

Masohi, SentralNusantara.com – Kasus dugaan penyelewengan dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) Negeri Wahai,Kecamatan Seram Utara, Tahun 2021-2022 menguat.

Kini ststatusnya dinaikan ke tahap penyidikan, setelah tim penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Maluku Tengah di Wahai melakukan penyelidikan atas kasus ini.

Diduga dana bantuan pemerintah ini melibatakan, mantan kepala pemerintah negeri (KPN) atau Raja Negeri Wahai Hasan Basri Tidore (HBT) dan beberapa oknum lainya.

Kepala Cabang Negeri (Kacabjari) Wahai, Karimudin membenarkan status perkaranya sudah naik status dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

“Perkara dugaan penyelewengan dana desa negeri Wahai ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan,” kata Karimudin, melalui saluran seluler,Rabu (8/11l).

Peningkatan status perkara ini setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan menemukan dua bukti permulaan yang cukup.

“Delapan orang saksi sudah kami periksa.Temuan yang kita sudah dapat itu sekitar 400 juta, ada beberapa kegiatan yang fiktif termasuk pembangunan gedung PAUD itu hanya pondasinya saja” ujar Karimudin

Selain proyek fiktif, penyidik juga mengendus adanya dugaan penyalahgunaan dana BUMDes tahun 2021, oleh HBT

“Kemudian anggaran BUMDes tahun 2021 itu tidak diserahkan ke pengurus BUMDes tapi digunakan dipegang oknum tertentu”Bebernya

Selain delapan saksi yang telah dimintai keterangan, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi lain.

“Jadi sementara ini sudah delapan saksi yang kita periksa. Kita juga akan memeriksa saksi yang lain”imbuhnya

Raja Negeri Wahai, Abdul Khalik Takandengan, dikonfirmasi media ini di Masohi, Rabu (8/11) membenarkan adanya pemeriksaan sejumlah saksi oleh Jaksa.

Diakui, ada sejumlah item proyek yang diduga bermasalah dimasa pemerintahan mantan Raja Hasan Basri, antara lain pekerjaan tambahan satu ruang di TK/PAUD Wahai, dengan total biaya Rp.62 juta. Pekerjaan proyek ini dilakukan mantan ketua Saniri.

Ada lagi pembangunan gedung baru TK/PAUD di Dusun Parigi senilai Rp.50 juta. Pekerjaanya baru sebatas pembuatam pondasi.

Termasuk juga pekerjaan jembatan mangrove dengan anggaran Rp.89 juta. Jembatan ini baru dikerjakan setelah kasus ini dilaporkan itupun hanya sebagian.

Sedangkan untuk dana BUMDes senilai Rp. 50 juta diambil oleh HBT tanpa sepengatahuan kepala BUMDes.

“Kalau BUMDes itu diambil tanpa sepengetahuan kepala BUMDes, dananya dipakai sendiri dengan alasan pinjam, tapi sampai sekarang dananya belum dikembalikan” Bebernya.

Takandengan mengaku sejak dirinya dilantik sebagai Raja defenitif, hingga saat ini belum ada pelaporan maupun pengembalian aset milik negeri bernilai ratusan juta rupiah, oleh mantan Raja Hasan Basri Tidore.

“Termasuk infentaris negeri belum dikembalikan diantaranya mesin molen, mesin cetak batako, sound system, organ atau keyboard yang nilai pembelianya lebih dari Rp.100 juta, kita sudah tiga kali menyurati yang bersangkutan tetapi belum dikembalikan” kesal Takandengan.

Terhadap kasus ini, Takandengan minta agar, pengusutanya dilakukan profesional, transparan hingga tuntas.

“Karena ini sudah masuk ranah penyidikan jadi kami serahkan saja kepada pihak kejaksaan agar mengusut kasus ini hingga tuntas sesuai laporan masyarakat” pungkasnya.

Masohi, SentralNusantara.com – Kasus dugaan penyelewengan dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) Negeri Wahai,Kecamatan Seram Utara, Tahun 2021-2022 menguat.

Kini statusnya dinaikan ke tahap penyidikan, setelah tim penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Maluku Tengah di Wahai melakukan penyelidikan atas kasus ini.

Diduga dana bantuan pemerintah ini melibatakan, mantan kepala pemerintah negeri (KPN) atau Raja Negeri Wahai Hasan Basri Tidore (HBT) dan beberapa oknum lainya.

Kepala Cabang Negeri (Kacabjari) Wahai, Karimudin membenarkan status perkaranya sudah naik status dari penyelidikan ke tahap penyidikan.

“Perkara dugaan penyelewengan dana desa negeri Wahai ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan,” kata Karimudin, melalui saluran seluler,Rabu (8/11l).

Peningkatan status perkara ini setelah penyidik memeriksa sejumlah saksi dan menemukan dua bukti permulaan yang cukup.

“Delapan orang saksi sudah kami periksa.Temuan yang kita sudah dapat itu sekitar 400 juta, ada beberapa kegiatan yang fiktif termasuk pembangunan gedung PAUD itu hanya pondasinya saja” ujar Karimudin

Selain proyek fiktif, penyidik juga mengendus adanya dugaan penyalahgunaan dana BUMDes tahun 2021, oleh HBT

“Kemudian anggaran BUMDes tahun 2021 itu tidak diserahkan ke pengurus BUMDes tapi digunakan dipegang oknum tertentu”Bebernya

Selain delapan saksi yang telah dimintai keterangan, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi lain.

“Jadi sementara ini sudah delapan saksi yang kita periksa. Kita juga akan memeriksa saksi yang lain”imbuhnya

Raja Negeri Wahai, Abdul Khalik Takandengan, dikonfirmasi media ini di Masohi, Rabu (8/11) membenarkan adanya pemeriksaan sejumlah saksi oleh Jaksa.

Diakui, ada sejumlah item proyek yang diduga bermasalah dimasa pemerintahan mantan Raja Hasan Basri, antara lain pekerjaan tambahan satu ruang di TK/PAUD Wahai, dengan total biaya Rp.62 juta. Pekerjaan proyek ini dilakukan mantan ketua Saniri.

Ada lagi pembangunan gedung baru TK/PAUD di Dusun Parigi senilai Rp.50 juta. Pekerjaanya baru sebatas pembuatam pondasi.

Termasuk juga pekerjaan jembatan mangrove dengan anggaran Rp.89 juta. Jembatan ini baru dikerjakan setelah kasus ini dilaporkan itupun hanya sebagian.

Sedangkan untuk dana BUMDes senilai Rp. 50 juta diambil oleh HBT tanpa sepengatahuan kepala BUMDes.

“Kalau BUMDes itu diambil tanpa sepengetahuan kepala BUMDes, dananya dipakai sendiri dengan alasan pinjam, tapi sampai sekarang dananya belum dikembalikan” Bebernya.

Takandengan mengaku sejak dirinya dilantik sebagai Raja defenitif, hingga saat ini belum ada pelaporan maupun pengembalian aset milik negeri bernilai ratusan juta rupiah, oleh mantan Raja Hasan Basri Tidore.

“Termasuk infentaris negeri belum dikembalikan diantaranya mesin molen, mesin cetak batako, sound system, organ atau keyboard yang nilai pembelianya lebih dari Rp.100 juta, kita sudah tiga kali menyurati yang bersangkutan tetapi belum dikembalikan” kesal Takandengan.

Terhadap kasus ini, Takandengan minta agar, pengusutanya dilakukan profesional, transparan hingga tuntas.

“Karena ini sudah masuk ranah penyidikan jadi kami serahkan saja kepada pihak kejaksaan agar mengusut kasus ini hingga tuntas sesuai laporan masyarakat” pungkasnya.

Pos terkait