Tual, SentralNusantara.com – Memasuki 100 hari kerja pemerintahan Wali Kota Tual, Hi. A. Yani Renuat (AYR) dan Wakil Wali Kota, Hi. Amir Rumra (AR), yang dilantik langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2/2025) lalu, masyarakat mulai disuguhkan berbagai isu yang sarat kepentingan politik.
Data yang diperoleh Tribun Maluku, Kamis (15/5/2025), mengindikasikan adanya upaya sistematis dari sejumlah pihak yang menyikapi capaian awal pemerintahan AYR–AR dengan menyebarkan narasi bernuansa adu domba. Strategi yang dikenal sebagai politik belah bambu ini mulai dijalankan guna menciptakan polarisasi dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.
Politik belah bambu—yang menguntungkan satu pihak dengan menekan pihak lainnya—merupakan strategi lama yang kembali dihidupkan. Umumnya, metode ini digunakan untuk merusak kekuatan lawan politik, baik dari dalam partai maupun melalui infiltrasi ke struktur pemerintahan dan masyarakat. Tujuannya jelas: melemahkan kredibilitas lawan untuk meraih dominasi kekuasaan menjelang Pilkada Kota Tual 2029.
Narasi yang dihembuskan antara lain soal tingginya inflasi, melonjaknya angka kemiskinan ekstrem, dan kasus stunting di Kota Tual. Namun, setelah dilakukan penelusuran oleh tim Tribun Maluku, klaim-klaim tersebut terbantahkan oleh data resmi pemerintah.
Berdasarkan data terakhir, tingkat inflasi Kota Tual saat ini berada pada angka 0,26 persen, yang masih dalam kategori sangat terkendali. Sementara itu, data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menunjukkan bahwa angka kemiskinan ekstrem mengalami penurunan signifikan dari 3,36 persen pada 2023, menjadi 0,66 persen pada 2024.
Di sektor kesehatan, terutama penanganan stunting, Pemkot Tual juga menunjukkan kemajuan. Berdasarkan data e-PPGBM Kementerian Kesehatan RI, jumlah kasus stunting di Kota Tual mengalami tren penurunan dari 293 kasus pada Februari, menjadi 282 kasus pada Maret, dan terus menurun pada April 2025.
Praktik politik belah bambu ini sejatinya tidak berbeda jauh dengan strategi devide et impera atau politik adu domba. Bahkan dalam praktiknya, tak jarang disandingkan dengan politik kambing hitam—yaitu menciptakan musuh bersama demi keuntungan politik semata.
Jika dibiarkan, cara-cara kotor seperti ini berpotensi menciptakan iklim politik yang destruktif, mengubah demokrasi menjadi arena konflik berkepanjangan. Nilai-nilai ideal dalam politik pun terdistorsi, digantikan oleh ambisi kekuasaan yang menghalalkan segala cara, termasuk pencitraan palsu dan manipulasi opini publik.
Di tengah arus politik yang dinamis ini, masyarakat Kota Tual diimbau untuk tetap kritis dan cerdas dalam menyikapi informasi, serta tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang tidak berdasar.