Komite I DPD RI Bahas Konflik Pertanahan Bersama Pemprov Maluku

Ambon, SentralNusantara.com – Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar rapat kerja bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku di Lantai 7 Kantor Gubernur Maluku, Senin (22/9/2025). Agenda ini membahas inventarisasi materi pengawasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, khususnya terkait konflik pertanahan.

Pertemuan turut melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Maluku, akademisi, serta sejumlah tokoh masyarakat adat Maluku dan Papua.

Ketua Komite I, H. Andi Sofyan Hasdam, mengatakan bahwa rapat kerja ini merupakan bagian dari evaluasi terhadap Undang-Undang Pokok Agraria yang sudah cukup tua usianya.

“Ini kita mau evaluasi guna mendapatkan bahan-bahan untuk perbaikan undang-undang pokok agraria,” kata Andi Sofyan kepada wartawan usai pertemuan.

Menurutnya, di Maluku terdapat banyak persoalan pertanahan yang dihadapi masyarakat adat. Masalah tersebut berkaitan erat dengan pemberdayaan masyarakat adat, sehingga Komite I merasa perlu menyerap langsung aspirasi mereka sebagai bahan evaluasi.

“Indonesia awalnya tidak punya tanah. Semua tanah kerajaan dan tanah adat diberikan kepada negara, namun belakangan masyarakat adat justru mengalami kesulitan,” jelasnya.

Ia menambahkan, dalam pertemuan tersebut juga dilakukan perbandingan dengan Papua. Meski tidak bisa diadopsi sepenuhnya karena Papua berstatus daerah otonomi khusus, pengalaman di Papua dapat menjadi rujukan positif untuk memperkuat pemberdayaan masyarakat adat dalam penyelesaian persoalan pertanahan.

“Saya kira tidak harus seperti itu. Tetapi paling tidak ada bahan yang diterima oleh Pak Sekda Maluku dan masyarakat adat, bahwa ke depan harus ada pemberdayaan bagi masyarakat adat di Maluku,” tandasnya.

Sementara itu, anggota Komite I DPD RI asal Maluku, Bisri As Shiddiq Latuconsina, mengungkapkan bahwa dirinya bersama tim tengah menggagas perlindungan dan proteksi masyarakat hukum adat.

“Mudah-mudahan di awal tahun ini bisa menjadi kado serta kontribusi saya selama satu tahun menjabat sebagai anggota DPD RI,” ujar Bisri.

Hasil perjuangan tersebut, kata dia, akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah Maluku untuk dijadikan prototype atau percobaan bagi kabupaten/kota dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat hukum adat.

Senator yang akrab disapa Boy ini juga menyoroti pentingnya peran Majelis Latupati sebagai lembaga hukum adat di Maluku. Menurutnya, Latupati harus menjadi alat perjuangan masyarakat, bukan alat kekuasaan.

“Spirit kelahiran lembaga Latupati harus dikembalikan kepada pokoknya, sehingga betul-betul menjadi alat perjuangan masyarakat Maluku, bukan untuk kepentingan politik penguasa,” tegas Boy.

Ia menilai infrastruktur Latupati sudah lengkap, tinggal bagaimana mengembalikan ruhnya sesuai marwah kelahiran agar mampu melahirkan sebuah kebangkitan baru bagi masyarakat adat Maluku.

Pos terkait