Laporan disampaikan oleh kantor pengacara Johan Melky Darmapan pada Selasa, 5 November 2024. Darmapan menjelaskan bahwa penyelidikan oleh Kejari Ambon atas dugaan korupsi Dana BOS SMP Negeri 9 tahun anggaran 2020 hingga 2023 dilakukan berdasarkan laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pada Februari 2024.
Menurut Darmapan, dalam sidang praperadilan yang diajukan oleh Lona Parinussa, saksi dari pihak Kejari Ambon, Endang Anakoda dan Beatrix Novita Temar, menyatakan bahwa laporan LSM tersebut tidak disertai bukti pendukung. Kejaksaan Negeri Ambon kemudian memanggil sejumlah saksi, termasuk Lona Parinussa, serta mengumpulkan dokumen pendukung dan informasi identitas para saksi.
Dalam perkembangan kasus ini, Kejari Ambon menerbitkan Surat Perintah Penyidikan pada 12 Juni 2024, namun pihak pengacara Parinussa menyebutkan bahwa pemberitahuan penyidikan (SPDP) yang seharusnya disampaikan dalam waktu tujuh hari malah diterima lebih lambat, yaitu pada 24 Juni 2024. Tindakan ini dinilai melanggar ketentuan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan penyampaian SPDP maksimal tujuh hari setelah surat perintah penyidikan diterbitkan.
Darmapan juga mengungkapkan bahwa pemanggilan saksi dilakukan melalui pesan WhatsApp dan disampaikan secara tidak langsung, yang dianggap tidak sesuai dengan prosedur. Ia juga menyoroti perilaku beberapa penyidik yang dinilai arogan dalam menangani kasus ini, termasuk seorang penyidik yang mendatangi rumah Parinussa pada malam hari tanpa menunjukkan surat tugas resmi.
Dalam laporan ini, tim kuasa hukum Parinussa meminta Kejagung untuk mengevaluasi dan menindaklanjuti dugaan ketidakprofesionalan Kajari Ambon dan Kasi Pidsus dalam penanganan kasus. Darmapan berharap Kejaksaan Negeri Ambon lebih adil dan profesional dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi.