Dentuman Bom Gegerkan Laut Tayando, Warga Desak Penegakan Hukum terhadap Pelaku Pengeboman Ikan

Tual, SentralNusantara.com – Laut Tayando Yamru kembali berduka. Sekitar pukul 07.00 WIT, Rabu (18/6/2025), dentuman keras menggemparkan warga di sekitar perairan Desa Tayando Yamru, Kecamatan Tayando Tam, Kota Tual. Suara ledakan tersebut bukan pertanda perayaan, melainkan bukti maraknya aksi pengeboman ikan secara ilegal.

Warga menduga kuat bahwa pengeboman itu dilakukan oleh pelaku lama yang selama ini dikenal sering melakukan praktik serupa. Sayangnya, hingga kini mereka belum pernah ditangkap dan diproses hukum. Aksi tersebut terus berulang demi keuntungan pribadi, tanpa memikirkan dampak kerusakan jangka panjang terhadap ekosistem laut Tayando.

Dalam siaran pers yang diterima redaksi, tokoh muda asal Tayando, Sahrul Renhoat, mengecam keras tindakan ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak tegas.

“Sudah terlalu sering hal ini terjadi. Para pelaku tidak jera karena tidak pernah benar-benar dihukum. Ini saatnya aparat tidak tinggal diam. Tangkap dan proses mereka sesuai hukum!” tegas Sahrul.

Ia menegaskan bahwa pengeboman ikan bukan sekadar pelanggaran, tapi kejahatan ekologis. Bom yang diledakkan tidak hanya membunuh ikan dewasa, tetapi juga menghancurkan terumbu karang, memusnahkan telur dan larva, serta mengancam keberlangsungan sumber daya laut bagi masyarakat pesisir.

Sahrul menekankan bahwa penegakan hukum bukan pilihan, melainkan kewajiban. Pelaku pengeboman ikan harus dijerat dengan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009, yang mengatur hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara dan denda hingga Rp1,2 miliar. Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga dapat digunakan sebagai dasar hukum.

Namun, menurutnya, penindakan hukum saja tidak cukup. Banyak pelaku berasal dari latar belakang ekonomi sulit. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk menghadirkan solusi alternatif melalui penyediaan lapangan kerja, pelatihan budidaya laut seperti rumput laut dan kerapu, serta edukasi tentang penangkapan ikan ramah lingkungan.

“Masyarakat harus diberdayakan, bukan dibungkam. Jika pemerintah hadir dengan solusi nyata, pelanggaran bisa ditekan. Tapi jika dibiarkan, pelaku akan terus mengulangi,” tambahnya.

Sahrul juga mengajak semua pihak, termasuk Pemerintah Kota Tual, Pemerintah Provinsi Maluku, TNI AL, POLAIRUD, Dinas Kelautan dan Perikanan, LSM lingkungan, tokoh adat, tokoh agama, hingga organisasi pemuda untuk bersatu menjaga laut Kei.

“Laut bukan warisan nenek moyang untuk dihabisi, tapi titipan untuk anak cucu. Mari jaga laut kita bersama. Stop pengeboman ikan sekarang juga,” pungkasnya.

Pos terkait