AMBON, SentralNusantara.com — Di tengah udara sejuk perbukitan Nusaniwe, deru mobil hijau bertuliskan “Penyuluhan dan Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku” perlahan memasuki pelataran kantor pemerintah negeri. Suasana Kamis pagi (23/10/2025) itu tampak berbeda dari biasanya — bukan sekadar kunjungan biasa, tapi langkah nyata untuk menjaga integritas desa dari bahaya korupsi.
Melalui Seksi Penerangan Hukum dan Humas, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menggelar kegiatan Penerangan Hukum bertema “Peran Kejaksaan dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi terhadap Pengelolaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa untuk Kemajuan Ekonomi Desa.”
Tim dipimpin langsung oleh Kasi Penkum dan Humas Ardy, S.H., M.H, bersama dua narasumber, Michel Gasperz, S.H., M.H dan Mourits Palijama, S.H., M.H.
Kehadiran mereka disambut hangat oleh Kepala Pemerintah Negeri Nusaniwe, Gunther de Soysa, S.Pt, beserta seluruh perangkat negeri dan unsur Saniri.
“Atas nama pemerintah negeri, kami berterima kasih atas kepercayaan Kejati Maluku memilih Nusaniwe sebagai lokasi kegiatan ini. Ini kehormatan sekaligus kesempatan belajar agar ke depan pengelolaan keuangan desa kami semakin transparan dan akuntabel,” ujar De Soysa penuh antusias.
Dalam sambutannya, Ardy menegaskan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari instruksi Jaksa Agung ST Burhanuddin, yang menekankan pentingnya peran kejaksaan dalam mendukung visi nasional Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, termasuk di dalamnya melalui program “Jaga Desa”.
“Pencegahan jauh lebih penting daripada penindakan. Kami ingin hadir di tengah masyarakat desa untuk mendampingi, bukan sekadar menindak,” ungkapnya.
Ardy mengungkap fakta mencengangkan: sepanjang tahun 2024, tercatat 20 kasus korupsi Dana Desa di wilayah Maluku. Ia berharap angka itu menurun drastis tahun ini.
“Kalau pengelolaan dana dilakukan dengan jujur, pembangunan di desa akan tumbuh. Tapi kalau diselewengkan, yang rugi bukan hanya negara, melainkan masyarakat sendiri,” ujarnya tegas.
Sementara itu, Mourits Palijama menyoroti pentingnya niat baik dalam mengelola keuangan desa. Menurutnya, kesejahteraan tidak cukup hanya dari dana yang dikelola, tapi juga pemanfaatan aset desa yang produktif.
“Jangan cuma berpikir soal anggaran. Aset desa bisa dikelola menjadi sumber PAD yang kuat, asal dilakukan dengan kolaborasi dan transparansi,” pesannya.
Dalam sesi berikutnya, Michel Gasperz mengingatkan bahwa jaksa kini bukan sekadar penegak hukum, tetapi juga pendamping pembangunan.
“Jaksa Agung sudah menegaskan: kami harus hadir untuk mengasistensi aparatur desa, membantu mereka memahami tata kelola keuangan negara agar tidak salah langkah,” ujarnya.
Namun ia menambahkan, bila ditemukan pelanggaran serius melalui temuan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), tindakan hukum tetap akan dilakukan tanpa kompromi.
Para peserta terlihat serius menyimak setiap materi. Beberapa kepala urusan bahkan mencatat poin penting terkait mekanisme pertanggungjawaban keuangan dan pelaporan digital yang kini semakin diperketat.
Menjelang akhir acara, suasana cair kembali. Para narasumber berpesan agar seluruh perangkat negeri terus membangun komunikasi, baik dengan Badan Permusyawaratan Negeri (BPN) / Saniri Negeri, maupun masyarakat.
“Pembangunan desa tidak bisa dikerjakan sendiri. Harus gotong royong, transparan, dan saling mengingatkan,” tutup Gasperz.
Hari itu, Nusaniwe tak hanya mendapat penerangan hukum, tetapi juga secercah harapan baru: bahwa tata kelola desa yang bersih bukan lagi mimpi, melainkan komitmen yang sedang diwujudkan bersama.







